Wednesday, December 11, 2024

Wujudkan Keadilan Gender dan Ekonomi dalam Sistem Pajak Indonesia

ACTUALNEWS.ID, Jakarta – Ketimpangan gender dan ekonomi di Indonesia terus melebar.
Dalam kajian bertajuk “Ketimpangan Gender dan Ekonomi dalam Politik Anggaran: Kajian
dari Sudut Pandang Perpajakan dan Arus Uang Gelap,” Aksi! for gender, social, and
ecological justice mendesak pemerintah untuk bertanggung jawab atas kebijakan fiskal yang
lebih menguntungkan segelintir elit ketimbang perempuan dan kelompok rentan lainnya yang diselengarakan di Swisbell Hotel, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2024).

Mengingat situasi darurat ini, pemerintah perlu bertindak, bukan lagi sekadar berjanji.
Kegiatan yang dihadiri 50 orang ini melibatkan berbagai kalangan, dari NGO/CSO, kelompok muda, dan jurnalis.

Diskusi dimulai dengan pengantar oleh Titi Soentoro, Direktur
Eksekutif Aksi!, yang menyoroti fenomena feminisasi kemiskinan—ketidakmampuan negara
dalam menyediakan kesejahteraan bagi perempuan yang diiringi eksploitasi, diskriminasi,
dan kekerasan.

Di sini, masalah perpajakan yang tidak transparan dan praktik penghindaran
pajak besar-besaran ditengarai sebagai biang dari ketimpangan tersebut.

Dalam pemaparan, Rio Ismail menegaskan, “Pajak telah merampok masa depan anak-anak
kita dan membebani perempuan miskin di sektor informal yang paling rentan.”

Kajian ini, yang bersumber dari berbagai metode, termasuk wawancara dengan kelompok perempuan, mengungkap bahwa pajak yang mestinya digunakan untuk kesejahteraan publik justru diselewengkan demi sektor bisnis besar. Banyak pembayar pajak taat justru berasal dari
rakyat kecil, sedangkan korporasi besar mendapatkan keringanan dan insentif pajak.

Para penanggap turut memberikan analisis, termasuk Jaya Darmawan dari CELIOS yang mengkritik ketidakadilan dalam penganggaran negara, khususnya pendidikan yang harusnya gratis dan mampu mengentaskan kemiskinan perempuan.

Meliana Lumbantoruan
dari Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menekankan pentingnya mencermati janji
Prabowo-GibrantentangpajakbagiUMKMdan pengurangan PPh sebagai bentuk
pengawasan dari masyarakat.

Para aktivis mendesak pemerintah meninjau ulang kebijakan pajak yang jelas-jelas tidak
berpihak pada rakyat.

Uli Arta Siagian dari WALHI mengkritik izin yang diberikan begitu
mudahpadaperusahaanekstraktif, sementara masyarakat justru terpinggirkan dan
lingkungan hancur.

Armayanti Sanusi dari Solidaritas Perempuan menambahkan bahwa
tingginya pajak tanpa distribusi yang jelas hanya memperburuk ketimpangan gender.
Bahkan, ketentuan pajak yang ada saat ini dianggap mengukuhkan nilai patriarki dalam
hukum.

“Kami akan mengawasi kebijakan fiskal pemerintah saat ini, dan tuntutan kami jelas: stop
memberi celah bagi korporasi untuk menguras kekayaan negara,” ujar Titi Soentoro dalam
penutup acara.

Ia menyampaikan harapan agar hasil kajian ini mampu membuka mata pemerintah bahwa rakyat tidak akan terus diam dan menuntut pajak yang adil serta
penggunaan anggaran yang transparan.

Aksi! for gender, social, and ecological justice bersama berbagai mitra tidak akan berhenti di
sini. Kajian ini hanyalah awal dari kampanye untuk menuntut keadilan gender dan fiskal di
Indonesia.

ACN/RED

Related Articles

[td_block_social_counter facebook="#" twitter="#" youtube="#" style="style8 td-social-boxed td-social-font-icons" tdc_css="eyJhbGwiOnsibWFyZ2luLWJvdHRvbSI6IjM4IiwiZGlzcGxheSI6IiJ9LCJwb3J0cmFpdCI6eyJtYXJnaW4tYm90dG9tIjoiMzAiLCJkaXNwbGF5IjoiIn0sInBvcnRyYWl0X21heF93aWR0aCI6MTAxOCwicG9ydHJhaXRfbWluX3dpZHRoIjo3Njh9" custom_title="Stay Connected" block_template_id="td_block_template_8" f_header_font_family="712" f_header_font_transform="uppercase" f_header_font_weight="500" f_header_font_size="17" border_color="#dd3333"]

Latest Articles