Tuesday, May 7, 2024

Dari Webinar LPL: Di Tahun 2023, Perlu Afirmasi Yang Kuat Untuk Perdamaian di Papua!

ACTUALNEWS.ID, JAKARTA- Dari Webinar Suara untuk Perdamaian Papua: Catatan Awal Tahun 2023 yang diselenggarakan oleh Lembaga Peradaban Luhur (LPL) dengan narasumber Dr. Ahmad Suaedy (Associate of The WAHID Institute) dan Pendeta Catto Mauri (Ketua LEMPENG Papua), Selasa (17/01/2023) memberikan harapan, rasa optimis untuk terciptanya perdamaian di Papua walau sampai saat ini masih ada penolakan damai berupa pergolakan, perlawanan atau penyerangan fisik dari KKB OPM.

“LPL terlibat dalam masalah Papua karena memiliki kepedulian dan tanggung jawab moral kemanusiaan yang beradab terhadap nasib saudara-saudara kita di Papua yang berpuluh-puluh tahun sampai saat ini, sejak mereka lahir, belum merasakan kedamaian, memiliki rasa aman, dalam hidup mereka di tanah kelahiran mereka sendiri. Terlebih LPL memiliki fungsi untuk memberdayakan dan memperkuat civil society. Kelompok-kelompok dari civil society yang perlu difasilitasi oleh LPL untuk diberdayakan dan diperkuat peranannya di Papua adalah tokoh adat, tokoh agama dan kalangan terpelajar,” ujar Kepala LPL, Rakhmad Zailani Kiki, dalam siaran persnya.

Sebagai narasumber pertama, Pendeta Catto Mauri menyampaikan bahwa hari ini, saat ini, di Papua ada pergolakan, ada tarik menarik kepentingan di Papua terkait hal-hal prinsip dasar yang menyangkut kepentingan hidup orang banyak. Harusd akui bahwa di daerah pegunungan sampai saat ini masih ada penembakan, pertumpahan darah dengan TNI maupun Polri, dan Papua perlu win-win solution.

“Yang dilakukan Pemerintah Pusat selama ini di Papua sudah cukup baik menurut kebanyakan orang, juga menurut hemat saya. Hanya pola-pola pendekatannya yang harus diperbaiki. Ada pole pola pendekatan yang kurang manusiawi, tidak diterima, tidak mendarat di hati masyarakat Papua. Walau ada juga pola-pola pendekatan yang sudah pas, sudah tepat. Memang harus duduk bersama. Yang terjadi juga, masih banyak elemen dari orang asli Papua yang merasa tidak diajak untuk urusan membangun Papua, hanya eksekutif dan legislatif saja karena dianggap mewakili akar rumput atau masyarakat bawah, tapi sesungguhnya tidak, belum. Ada elemen cukup penting di Papua yang harus dilibatkan, jika kita mau mengurus dan membangun Papua dengan baik, yaitu adat dan gereja, ini dua kelompok besar di Papua yang berada bersama akar rumput. Namun ada istilah di Papua, adat dan gereja hanya sebagai pemadam kebakaran. Jika ada masalah, baru dilibatkan; jika aman-aman saja, tidak dilibatkan,” ujar Pendeta Catto Mauri.

Sebagai narasumber kedua, Dr. Ahmad Suaedy menyampaikan bahwa sampai di akhir tahun 2022, di Papua masih menunjukkan wajah yang kontradiksi, misalnya ada pembangunan, namun kemiskinan masih ada yang tertinggi di beberapa tempat; ada upaya-upaya perdamaian, tapi kekerasan masih terus berlanjut. Ketegangan antara pusat dan wilayah bukan hanya terjadi Papua di Indonesia, tetapi di beberapa negara di dunia ada padanannya walaupun tidak sama persis, seperti Provinsi Catalonia di Spanyol, Skotlandia dengan Irlandia Utara, dan Quebec di Kanada. Tetapi ketegangannya dapat terkendalikan dengan damai karena ada aturan-aturan umum bahkan konstitusi yang disepakati oleh kedua pihak, ada batas tidak boleh dilakukan karena menyangkut nyawa orang sehingga perbedaan dapat dikelola secara dialogis, meskipun ada konflik dan sewaktu-waktu ada aspirasi yang mengeras dan terjadi kekerasan. Ini yang perlu ada dalam penyelesaian di Papua. Selain itu, dalam menyelesaikan dan mewujudkan perdamaian di Papua perlu menggunakan strategi Gus Dur.

“Dari penyampaian kedua narasumber disimpulkan bahwa, di tahun 2023 ini, perlu afirmasi yang kuat dari Pemerintah untuk mewujudkan perdamaian di Papua, yaitu: Pertama, Pemerintah jangan hanya fokus menyikapi kelompok yang masih menginginkan Papua merdeka, tetapi juga harus fokus juga menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul di dalam kelompok-kelompok masyarakat Papua yang sudah berada di pangkuan NKRI. Ada persoalan ketidakadilan, ketidakmerataan dan kesenjangan ekonomi serta kesenjangan sosial yang harus segera di atasi; kedua, penyelesaian dengan kelompok pro kemerdekaan untuk perdamaian Papua, Pemerintah perlu melihat dan mempertimbangan untuk menggunakan kembali strategi Gus Dur dalam menyelesaikan Papua; dan ketiga dana otsus (otonomi khusus) Papua harus dikelola tepat sasaran dan jangan diselewengkan,” pungkas Rakhmad Zailani Kiki.

ACN/RED

Related Articles

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Latest Articles