ACTUALNEWS.ID, JAKARTA – Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI kembali mengadakan audiensi Penyusunan Naskah Kebijakan tentang Kemamdirian Anggaran Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya kampus II Bekasi pada hari Jumat, 2 Mei 2025 pkl 09.00 – 11.00.
Dalam Kata pengantarnya Dr. Riki Perdana Raya Waruwu, SH MH, selaku koordinator tim penyusun naskah kebijakan menyampaikan bahwa Mahkamah Agung saat ini masih belum bisa melaksankan penganggaran secara mandiri dikarenakan belum sempurnanya Undang Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung pasal 81 A. dalam pasal tersebut Mahkamah Agung memiki otonomi penganggaran dalam segi mata anggaran tersendiri.
Namun dalam prakteknya Mahkamah Agung harus menjalani serangkaian proses negosiasi yang amat panjang dari mulai tingkat eselon tiga di dirjen anggaran kementrian keuangan hingga mentri keuangan dan DPR. Sehingga berdampak pada pengurangan atau pemotongan anggaran yang cukup signifikan dan tak terduga.
Hal ini tentunya berakibat pada tertundanya pembangunan gedung pengadilan tingkat banding yang seharusnya dibangun 13 gedung namun hanya dibangun 5 gedung saja hingga saat ini. Al hasil 8 gedung pengadilan tingkat banding harus berkantor di rumah toko (RUKO) yang jauh dari standard kelayakan. Contohnya Pengadilan tiggi Kalimantan Utara yang masih berkantor di rumah toko.
Padahal amanat undang undang no 8,9 dan 10 tahun 2021 agar semua gedung pengadilan tingkat banding tersebut harus sudah dibangun selama empat tahun setelah Undang Undang tersebut diterbitkan. Namun nyatanya ha tersebut belum bisa diwujudkan sehingga akses keadilan bagi para pencari keadilan pastinya terhambat karena fasilitas yang belum memadai. “Seharusnya tahun 2025 ini sudah dibangun gedung pengadilan tingkat banding yang berjumlah 13 gedung”, pungkasnya.
Beliau juga memaparkan bahwa pengajuan anggaran Mahkamah Agung mengalami pemotongan anggaran yang menganggu proses peradilan di Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya. Contoh tahun 2025, Mahkamah Agung menganggarkan 20 Triliun untuk seluruh kebutuhan di Mahkamah Agung, namun hanya disetujui 12 Trilyun saja.
Dampaknya tentu jelas sekali dan signifikan, ada dua aspek yang berdampak langsung, yaitu rumah dinas dan fasilitas aparatur peradilan yang amat minimalis, yang kedua adalah standard pelayanan publik di gedung pengadilan yang tentunya pasti terganggu dan tidak nyaman. Sebagai contoh gedung parker di pengdilan yang masih sempit dan harus meminjam gedung lain untuk parkir.
Menaggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Raya Kampus II Bekasi, Prof.Dr.M,S. Tumanggor, SH M.Si menandaskan bahwa Mahkamah Agung perlu sekali merapatkan barisan dengan pihak eksekutif agar cita cita kemandirian anggaran dapat segera terwujud karena Pihak eksekutif yang dalam hal ini dikuasakan ke mentri keuangan merupakan mitra keuangan setiap kementrian dan lembaga dalam mewujudkan kemandirian anggaran.
Jadi tidak perlu harus melakukan Uji materi ke Mahkamah Konstitusi maupun melakukan revisi Undang Undang ke DPR yang akan menambah sulit Mahkamah Agung dalam merealisasikan Kemandirian Anggaran. “Soal teknis negosiasinya kami serahkan ke Mahkamah Agung untuk megambil hati pihak eksekutif yang didelegasikan ke mentri keuanagan dalam mewujudkan kemandirian anggaran”, imbuhnya.
Senada dengan Prof Tumanggor, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Raya Lampus II Bekasi, Prof. Dr. R. Lina Sinaulan, SH MH mengungkapkan bahwa Mahkamah Agung tidak perlu melakukan revisi undang undang maupun uji materi ke mahkamah konstitusi melainkan negosiasi lunak saja dengan kementrian keuangan karena kata mata anggaran dalam UU no 3 tahun 2009 pasal 81 A sudahlah sangat representative untuk memenuhi kebutihan anggaran di Mahkamah Agung.
“Setelah saya tafsirkn pasal 81 A UU no 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, Mahkamah Agung sudah memiliki otonomi anggaran tersendiri. Hal itu sudahlah cukup, tinggal bagaimana dengan pihak MA negosiasi ke kementrian keuangan saja untuk anggaran yang sudah berbasis kinerja, saya yakin bila oiutcomenya jelas, maka Kementrian Keuangan akan mengabulkan pengajuan anggaran di Mahkamah Agung,” tandasnya.
Acara tersebut juga dihadiri oleh tim penyusun naskah kebijakan Kemandirian Anggaran Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang ada di Bawahnya, yaitu Dr. Fikri Habibi, SH, MH, Martomo SHI, MA dan Johanes SS. Dari Pihak Universitas Bhayangkara Raya Kampus II Bekasi juga dihadiri oeh Dr. Adi Nur Rohman, SHI, M.AG. MH, selaku Wakil Dekan I, Dr. Rahmat Saputra, SH, MH, selaku Wakil Dekan II, Indra L Nainggolan, selaku Kaprodi Ilmu Hukum, Dr. Edi spautra, SH, MH. Selaku Kaprodi Magister Ilmu Hukum dan Dr. Sugeng, SH, MH, M.Hum, selaku Sesprodi Doktor Ilmu Hukum beserta dosen tetap lainnya.
Selanjutnya, seluruh peserta audiensi melakukan sesi foto bersama dengan tim penyusun Naskah Kebijakan Kemandirian Anggaran Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang ada di bawahnya. Setelah itu lanjut dengan santap siang bersama. (L)
ACN/RED