Indonesia, merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia (BBS Sitohang, 2024), yang berpotensi menjadi pemimpin dalam transisi energi bersih. Salah satu tujuan utama pemerintah Indonesia saat ini adalah mencapai target “Net Zero Emission” pada tahun 2060. Mencapai Net Zero Emission ini merupakan langkah yang penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim serta menjaga keberlanjutan lingkungan. Dengan menurunkan emisi karbon, membatasi peningkatan suhu global, memperbaiki kualitas udara dan air, serta mengurangi risiko bencana alam. Selain itu, peralihan menuju net zero membuka kesempatan ekonomi hijau, menciptakan peluang pekerjaan baru, dan meningkatkan kemandirian energi.
Di sisi lain, minyak kelapa sawit yang merupakan bahan baku utama Indonesia, memiliki potensi besar untuk pengembangan biodiesel, yang saat ini di olah menjadi Biodiesel B40. Meskipun Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, namun hasil dari minyak sawit tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan menjadi biodiesel, karna negara Indonesia menghadapi sejumlah tantangan seperti, Infrastruktur dan keterbatas teknologi, serta biaya produksi yang tinggi dan tidak konsisten. Selain itu, produsen lebih memilih mengekspor minyak sawit mentah karena menawarkan keuntungan ekonomi yang tinggi dibandingkan mengolahnya menjadi biodiesel. Permasalahan lingkungan hidup, fluktuasi bahan baku, dan faktor cuaca juga menambah kompleksitas pengembangan biodiesel di Indonesia. Oleh karena itu, hal ini tidak mempengaruhi penerimaan negara.
Dalam hal ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mempunyai tanggung jawab strategis untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut melalui pembiayaan dan kebijakan yang fokus pada keberlanjutan industri kelapa sawit. Apa itu BPDPKS? BPDPKS dibentuk dengan tujuan mengelola dana perkebunan kelapa sawit serta mendukung pengembangan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Salah satu tujuan utamanya yaitu mengembangkan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai biodiesel untuk meminimalisir emisi karbon dioksida. BPDPKS berperan penting dalam memberikan insentif finansial kepada produsen biodiesel. Dukungan ini memungkinkan produsen untuk mempertingkat kapasitas produksi dan mengembangkan teknologi yang lebih efisien. Dengan memaksimalkan potensi sumber daya kelapa sawit yang melimpah, BPDPKS juga berperan dalam menurunkan emisi serta membuka peluang kerja baru di sektor energi terbarukan.
Di dalam negeri, minyak kelapa sawit yang diolah menjadi biodiesel B40 memiliki potensi besar dalam mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil, karena biodiesel B40 merupakan kombinasi dari 40% biodiesel dan 60% solar. Program ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan dikembangkannya program B40 yang didukung oleh BPDPKS, Indonesia mampu menurunkan impor bahan bakar minyak dan memaksimalkan penggunaan sumber daya lokal. Hal ini dapat meningkatkan kemandirian energi sehingga Indonesia tidak terlalu terpengaruh oleh fluktuasi harga minyak mentah di pasar global. Kemandirian energi ini tidak hanya membawa manfaat ekonomi, namun juga menciptakan ketahanan energi yang lebih baik dalam menghadapi perubahan kondisi global.

Dengan memaksimalkan potensi kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel B40, Indonesia dapat meningkatkan penerimaan negara. Dimana Perkembangan industri biodiesel memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara melalui pajak atas produksi dan penjualan biodiesel. Berkat biodiesel B40, Indonesia dapat menghemat impor bahan bakar ratusan miliar dolar. Di kutip dari sumber; https://finance.detik.com/energi/d-6417987/ri-mau-terapkan-bbm-campur-sawit-40-berapa-harganya, dijelaskan kehadiran Biodiesel B40 akan mengurangi jumlah impor solar berkurang hingga 40% dimana kebutuhan B30 pada tahun 2023 mencapai 37,5 juta Kl. sehingga berkat B40 mampu menghemat kas negara.
Pengolahan kelapa sawit menjadi B40 juga mampu bersaing dengan produk biodiesel hasil impor, dimana dikutip dari sumber; https://industri.kontan.co.id/news/kementerian-esdm-tetapkan-harga-hip-bbn-biodiesel-oktober-rp-12633-per-liter Harga Index Pasar bahan bakar nabati jenis biodiesel di tetapkan sebesar Rp12.633 per liter ditambah biaya pengiriman. Sehingga ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk menambah penerimaan negara dalam memproduksi B40, karna harganya setara dengan biodiesel hasil impor.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia mempunyai peluang besar untuk mengembangkan biodiesel B40 sebagai bagian dari upaya mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060. Dengan mengembangkan biodiesel B40, Indonesia mampu mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil dan meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi. Selain itu, BPDPKS juga berperan penting dalam mendukung industri biodiesel melalui insentif dan kebijakan yang meningkatkan potensi bagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Misalnya, Indonesia dapat mengurangi impor solar hingga 40% sehingga menghemat kas negara dalam jumlah besar. memperoleh Pendapatan dari Pajak Produksi (PNBP) yang dipungut atas produksi dan penjualan biodiesel dalam negeri dan volume penjualan dalam negeri meningkat karena harga B40 setara dengan produk impor.
Penulis: Herman saputra Ndruru