Friday, November 21, 2025

Mafia Tanah Berkedok Adat Jual Hutan HPK di Sumbar, LSM KPK RI Geram Desak Polri Bertindak!

ACTUALNEWS.ID Sumatera Barat – Praktik mafia tanah berkedok adat yang menjual hutan HPK (Hutan Produksi Konversi) kepada masyarakat demi meraup keuntungan, kembali mencuat di Sumatera Barat. Tindakan ilegal ini merugikan masyarakat, lingkungan, dan melanggar hukum.

Investigasi yang dilakukan oleh LSM Komunitas Pemburu Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) Sumatera Barat, menemukan data yang menghimpun adanya praktik jual beli lahan hutan HPK di wilayah Pinang Sebatang Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan.

Ketua DPD KPK RI Sumatera Barat, Yapparudin MJ, mengungkapkan bahwa mafia tanah ini kuat dugaan menggunakan identitas adat untuk memuluskan transaksi jual beli lahan yang sebenarnya melanggar hukum dan adat. Luasnya lahan hutan HPK yang telah diperjualbelikan secara ilegal mencapai ratusan hektar.

“Kasus ini sebagai tolak ukur kinerja Polri dalam memberantas mafia tanah di Indonesia,” tegas Yapparudin MJ.

LSM KPK RI juga menemukan surat jual beli yang menunjukkan adanya oknum wali nagari adat yang terlibat dalam jual beli hutan HPK (Hutan Produksi Konservasi). Hal ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan kepercayaan yang diberikan kepada mereka.

“Ini menunjukkan bahwa ada penyalahgunaan wewenang dan kepercayaan yang diberikan kepada mereka, dan oknum – oknum adat telah menjual hutan HPK kepada pihak lain tanpa izin resmi,” beber LSM KPK RI, Rabu (19/11/2025).

LSM KPK RI mendesak pihak kepolisian untuk segera bertindak tegas dan mengusut tuntas kasus mafia tanah berkedok adat ini. Mereka berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan menjadi contoh bagi pihak-pihak lain yang melakukan praktik ilegal serupa.

Praktik mafia tanah ini dapat menyebabkan deforestasi, kerusakan lingkungan, dan hilangnya hak-hak masyarakat adat. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus waspada terhadap praktik mafia tanah ini dan mengambil tindakan untuk melindungi hutan dan hak-hak masyarakat adat.

Berdasarkan data terhimpun LSM KPK RI DPD Sumatera Barat, Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 3000 hektar yang belum memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) yang digarap dan pembukaan lahan baru masih berlangsung merupakan masalah serius. Menurut peraturan, HGU diperlukan untuk mengelola hutan HPK, dan ketiadaan izin dapat menyebabkan masalah hukum dan lingkungan.

“Menurut LSM KPK RI penggunaan lahan Ilegal tanpa HGU, penggunaan lahan hutan HPK dapat dianggap ilegal dan dapat menyebabkan deforestasi. Kerusakan Lingkungan. Pengelolaan hutan tanpa izin dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan kehilangan keanekaragaman hayati. Dan Ketidakjelasan status lahan dapat menyebabkan konflik dengan masyarakat lokal.

Hukuman bagi pembabatan hutan HPK (Hutan Produksi Konversi) di Sumatera Barat bisa sangat berat. Menurut LSM KPK RI DPD Sumatera Barat, pelaku pembabatan hutan HPK bisa dijerat dengan pasal 92 ayat (1) huruf b jo. pasal 17 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.

Selain itu, pelaku juga bisa dijerat dengan pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.

Bagi oknum aparat yang terlibat dalam pembabatan hutan HPK, hukuman bisa sangat berat. Mereka bisa dijerat dengan pasal-pasal korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Pidana penjara maksimal 20 tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar karena menerima suap (Pasal 12 UU No. 31/1999). Pidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 500 juta karena menerima suap (Pasal 11 UU No. 31/1999). Sanksi disiplin, seperti pemecatan dari jabatan, penurunan pangkat, dan penundaan kenaikan pangkat (Pasal 5 UU No. 31/1999).

Selain itu, oknum aparat juga bisa dijerat dengan pasal 92 ayat (1) huruf b jo. pasal 17 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.

Sementara itu, tokoh adat Tapan, Zalbir Usma, panggilan perjuangan raja di raja mengatakan Tanah Ulayat Adat Tapan yang telah dijadikan kawasan hutan negara HPK Pinang Sabatang Tapan telah dikuasai oleh orang atau oknum-oknum tertentu yang punya modal besar. Lahan perkebunan kelapa sawit tersebut seharusnya dikembalikan kepada masyarakat Adat Tapan untuk dibagikan kepada masyarakat Tapan yang belum memiliki lahan pertanian berupa kebun sawit.

Masyarakat Adat Tapan memiliki hak atas tanah ulayat mereka, dan penguasaan lahan oleh orang – orang tertentu telah menyebabkan banyak masyarakat Adat Tapan hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang serius dari pemerintah dan masyarakat untuk mengembalikan lahan tersebut kepada masyarakat Adat Tapan dan menghentikan praktik-praktik ilegal yang telah merugikan masyarakat.

Permintaan tokoh adat Tapan, Kembalikan lahan perkebunan kelapa sawit kepada masyarakat Adat Tapan, bagikan lahan kepada masyarakat Tapan yang belum memiliki lahan pertanian, hentikan praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat Adat Tapan

Masih tokoh adat Tapan menegaskan Pemerintah harus melakukan investigasi dan mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam praktik-praktik ilegal Masyarakat Adat Tapan harus bersatu dan memperjuangkan hak-hak mereka. Organisasi masyarakat sipil dan LSM harus mendukung perjuangan masyarakat Adat Tapan, “Pungkasnya. (Tim/ACN/Red)

sumber: LSM KPK RI Sumatera Barat

reverensi: https://www.libasmedia.com/disinyalir-kelompok-tani-sj-ps-lakukan-penanaman-sawit-dikawasan-hutan-hpk-di-tapantanpa-ada-teguran-dari-penegak-hukum/Be

Related Articles

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Latest Articles