Monday, March 3, 2025

Bantah Dakwaan Jaksa, Pengacara Ungkap Kejanggalan Kriminalisasi Pengurus Apartemen CER di Pengadilan

ACTUALNEWS.ID, Jakarta – Kejanggalan dalam kasus yang menimpa Evan Zebua, Kepala Bidang Hunian Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Casablanca East Residences (Apartemen CER) Periode 2022-2025, mulai terungkap satu per satu di persidangan.

Kasus ini bermula ketika pada bulan April 2023, Evan Zebua protes terhadap pemberhentian dirinya secara sepihak dan dinilai sewenang-wenang. Setahun kemudian, tepatnya pada April 2024, Khairul Iman, Ketua P3SRS Apartemen CER melaporkan Evan di Polres Jakarta Timur, dengan dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 KUHP.

Setelah bolak balik berkas dari jaksa ke penyidik, kemudian terjadi penambahan pasal yang disangkakan kepada Evan dan kini didakwa dengan dakwaan alternatif melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Darurat atau Pasal 335 KUHP, dalam perkara yang teregsiter dengan No. 81/Pid.Sus/2025/PN JKT.TIM., di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Fatiatulo Lazira, S.H., selaku penasehat hukum Evan Zebua, melalui eksepsi atau bantahannya terhadap dakwaan jaksa, menilai bahwa terdapat upaya kriminalisasi terhadap kliennya.

Ia pun memulai eksepsi dengan adagium dalam hukum, bahwa betapa pun tajamnya pedang keadilan, ia tidak memenggal kepala orang yang tidak bersalah. Karenanya dalam hukum pidana terdapat prinsip yang sangat fundamental, bahwa bukti-bukti haruslah lebih terang daripada cahaya (in criminalibus probantiones bedent esse luce clariore).

“Kami menemukan banyak kejanggalan dalam proses hukum terhadap klien kami, dari tenggang waktu peristiwa kejadian (tempus delicti) dengan waktu laporan polisi, dalam proses lidik maupun sidik, serta rumusan dakwaan jaksa”, kata Fati Lazira.

Fati pun menerangkan beberapa kejanggalan itu diantaranya: Pertama, peristiwa yang dilaporkan terjadi pada 12 April 2023, namun pelapor baru membuat laporan polisi setahun kemudian, tepatnya 6 April 2024. Kedua, laporan terhadap Evan Zebua hanya berkenaan Pasal 335 KUHP, namun terjadi penambahan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat setelah bolak balik berkas dari jaksa ke penyidik. Ketiga, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak pernah diserahkan kepada Evan sebagai tersangka meskipun sudah diminta secara lisan maupun tertulis. Ke-empat, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) berkenaan dengan penambahan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat tidak pernah diserahkan kepada Evan. Kelima, ada informasi bahwa Dr. Chairul Huda, S.H., M.H., pernah dimintai keterangan sebagai ahli ditingkat penyelidikan, namun berkas ahli itu tidak terdapat dalam turunan berkas yang diserahkan jaksa kepada penasehat hukum.

“Permintaan BAP adalah hak tersangka yang harus dipenuhi penyidik, sementara penyerahan SPDP adalah kewajiban penyidik yang harus dijalankan dan hal itu sudah ditegaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi berkenaan dengan pengujian Pasal 109 ayat (1) KUHAP”, jelasnya.

Dakwaan Batal Demi Hukum

Sementara itu, Doris Manggalang Raja Sagala yang juga penasehat hukum Evan menjelaskan bahwa proses persidangan perkara pidana merupakan suatu rangkaian proses, mulai dari adanya dugaan suatu tindak pidana yang kemudian berlanjut dengan penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di sidang pengadilan, untuk mengadili guna dihasilkan suatu putusan hukum demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.

“Surat dakwaan adalah mahkota jaksa yang harus diuraikan secara lengkap, jelas dan cermat untuk memenuhi syarat materil. Apabila syarat materil ini tidak terpenuhi, maka dakwaan batal demi hukum”, kata Doris.

Ia pun meminta agar hukum tidak digunakan untuk melakukan kekejian, sehingga terjadi perampasan hak seseorang yang sejatinya tidak bersalah. Hukum seharusnya melindungi orang yang tidak bersalah, menjamin dan melindungi dan hak asasi manusia.

“Kami mohon Yang Mulia Majelis Hakim mempertimbangkan rangkaian proses penegakan hukum terhadap Terdakwa sebagai satu rangkaian yang menjadi dasar penysusunan dakwaan, sehingga sistem hukum kita dapat dipercaya. Apabila kita terbiasa memaklumi aparat penyidik dan penuntut umum dalam memproses hukum seseorang dengan mengabaikan dan melanggar hukum acara serta mendasarkan pada bukti-bukti yang tidak memiliki nilai pembuktian atau bukti yang tidak paripurna, maka sistem hukum tersebut akan diragukan legitimasinya dan masyarakat akan mengurangi rasa hormatnya”, tuturnya.

ACN/RED

Related Articles

[td_block_social_counter facebook="#" twitter="#" youtube="#" style="style8 td-social-boxed td-social-font-icons" tdc_css="eyJhbGwiOnsibWFyZ2luLWJvdHRvbSI6IjM4IiwiZGlzcGxheSI6IiJ9LCJwb3J0cmFpdCI6eyJtYXJnaW4tYm90dG9tIjoiMzAiLCJkaXNwbGF5IjoiIn0sInBvcnRyYWl0X21heF93aWR0aCI6MTAxOCwicG9ydHJhaXRfbWluX3dpZHRoIjo3Njh9" custom_title="Stay Connected" block_template_id="td_block_template_8" f_header_font_family="712" f_header_font_transform="uppercase" f_header_font_weight="500" f_header_font_size="17" border_color="#dd3333"]

Latest Articles