Thursday, January 30, 2025

APPRIR Minta Pemerintah Untuk Perbaiki Tata Niaga Rotan

ACTUALNEWS.ID, Jakarta – Indonesia merupakan negara penghasil rotan mentah terbesar di dunia, yaitu sekitar 85 %. Namun, Indonesia belum menjadi negara terdepan dalam perdagangan rotan internasional.

Keadaan komoditas Rotan Di tingkat hulu produksi rotan melimpah namun di hilir atau di industri rotan dalam negeri penyerapannya kurang. kata Ketua Umum Asosiasi Petani dan Pengusaha Rotan Indonesia Raya (APPRIR), Hindaru kepada wartawan pada Kamis, (30/1/2025).

“Sehingga Ada masalah dalam tata niaga rotan yang harus segera diselesaikan. Ada yang anomali, industri tidak bisa menyerap seluruh produksi rotan setengah jadi, hanya sekitar 20 persen,” tegas Hindaru.

“Potensi produksi rotan di Pulau Kalimantan mencapai belasan ribu ton per bulan sedangkan pemakaian oleh industri meubel kerajinan rotan di Pulau Jawa hanya beberapa ratus ton per bulan,” ungkap Hindaru.

Tentu saja Kelebihan stok yang tidak bisa diserap oleh industri dalam negeri ini lantas membuat para petani dan pengepul rotan frustrasi.

“Permendag nomor 35/2011 yang melarang total ekspor rotan dari Indonesia mengakibatkan potensi produksi rotan Kalimantan menjadi mubazir karena pasar dalam negeri yang sangat kecil,” terang Hindaru.

“Akibatnya dari semua itu belakangan ini, penangkapan ekspor rotan ilegal oleh pihak berwenang marak terjadi, yang berakibat pada pemasukan Devisa dan pajak bagi negara,” pungkasnya.

“Kegiatan ekspor ilegal harus dipandang sebagai akibat dari lesunya permintaan rotan dalam negeri yang sudah belasan tahun berlangsung. Pemicunya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 35 Tahun 2011, yang isinya melarang seluruh ekspor rotan mentah dan setengah jadi ke luar negeri,” tandas Hindaru.

“Karena itu Asosiasi Petani dan Pengusaha Rotan Indonesia Raya (APPRIR) meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto harus menjadikan produk bahan baku rotan harus menjadi perhatian agar komoditas Rotan Indonesia dapat memberikan efek bagi perekonomian nasional,” tegasnya.

“Dan Permendag nomor 35/2011 sudah seharusnya direvisi. Petani dilarang ekspor ke luar negeri, tetapi di dalam negeri rotan mereka juga tidak terserap. Industri rotan dalam negeri tidak mampu maksimal. Terbukti nilai ekspor furnitur rotan juga tidak membaik,” terangnya.

“Untuk aturan yang telah berlaku selama 14 tahun ini. Lebih-lebih sudah banyak industri pengolahan bahan baku di daerah yang berguguran.
Perkiraannya, saat ini industri pelaku bahan baku rotan hanya tersisa sebesar 10 %,” ucap Hindaru.

“Akibat proteksi atau larangan ekspor bahan baku rotan ini tidak mendorong pertumbuhan industri meubel rotan yang berpusat di Pulau Jawa. Malahan banyak yang sudah beralih menggunakan rotan sintetis atau plastik hasil impor dari negara RRC,” tegasnya.

“Selama 14 tahun adanya larangan ekspor bahan Baku rotan, Maka rotan yang tumbuh di hutan semakin banyak volumenya karena terus bertumbuh tanpa pernah dipanen. Kalaupun dipanen, jumlahnya terbatas. Nilai ekonomis rotan juga sudah tidak besar karena larangan ekspor,” ujar Hindaru.

“APPRIR juga mendesak agar pemerintah bisa membuat kebijakan Tata kelola ekspor rotan mentah agar lebih adil kepada Petani dan Pengusaha rotan Indonesia agar budidaya rotan dan Industri Rotan mati semua,” tegas Hindaru.

“Industri pengolahan rotan dalam negeri butuhnya hanya tiga jenis rotan, Maka seharusnya rotan jenis lainnya diizinkan untuk diekspor. Sudah sepatutnya ada evaluasi dari Permendag tersebut,” pinta Hindaru.

“Alasan APPRIR terkait pengaturan tata niaga rotan Indonesia diperlukan karena Indonesia memiliki sekitar 30 Jenis rotan. Sementara permintaan industri meubel dalam negeri, terutama di Jawa, sejauh ini hanya membutuhkan tiga jenis rotan saja,” ungkap Hindaru.

“Hanya ada 3 atau 4 jenis rotan saja yang diminta oleh industri meubel kita, terutama rotan Sega. Sementara puluhan jenis rotan lain tidak pernah dipesan. Tapi Permendag nomor 35/2011 melarang ekspor semua jenis rotan,” pungkas Hindaru.

Jurnalis : Edo Lembang

ACN/RED

Related Articles

[td_block_social_counter facebook="#" twitter="#" youtube="#" style="style8 td-social-boxed td-social-font-icons" tdc_css="eyJhbGwiOnsibWFyZ2luLWJvdHRvbSI6IjM4IiwiZGlzcGxheSI6IiJ9LCJwb3J0cmFpdCI6eyJtYXJnaW4tYm90dG9tIjoiMzAiLCJkaXNwbGF5IjoiIn0sInBvcnRyYWl0X21heF93aWR0aCI6MTAxOCwicG9ydHJhaXRfbWluX3dpZHRoIjo3Njh9" custom_title="Stay Connected" block_template_id="td_block_template_8" f_header_font_family="712" f_header_font_transform="uppercase" f_header_font_weight="500" f_header_font_size="17" border_color="#dd3333"]

Latest Articles