Thursday, April 24, 2025

Advokat Tutik Rahayu: “Jaksa Tak Wajib Tahan Tersangka, Hormati Diskresi Penegak Hukum”

ACTUALNEWS.ID, PEMATANGSIANTAR– Menanggapi pemberitaan di media daring terkait perkara hukum yang melibatkan Horas Sianturi dan Nur Fadilah, Tim Kuasa Hukum menyampaikan keberatan atas narasi yang dinilai menggiring opini publik dan tidak berimbang.

Advokat Tutik Rahayu, S.H., bersama tim penasihat hukum Horas Sianturi, saat dikonfirmasi pada 23 April 2025, menyesalkan adanya pemberitaan yang dinilai tidak objektif dalam menyoroti penanganan kasus oleh Kejaksaan Negeri Simalungun.

PERSELISIHAN bermula dari konflik warisan antara Marwati Salimi Cs dan Mariana, yang telah menguasai aset keluarga selama lebih dari 30 tahun. Pada 2020, kedua pihak sepakat berdamai melalui fasilitasi pengacara Horas Sianturi, S.H. Kesepakatan tersebut ditegaskan dalam akta perdamaian di hadapan notaris di Pematangsiantar.

Sebagai bagian dari perdamaian, tiga sertifikat hak milik (SHM) atas nama Mariana dikembalikan kepada Marwati Salimi Cs. Dua di antaranya diberi kuasa jual kepada Horas Sianturi.

BERDASARKAN Surat Kuasa Nomor 01 dan 04, Horas diberi wewenang menjual dua properti di Sinaksak, Simalungun, dan Jalan Cokro, Pematangsiantar. Salah satunya adalah bangunan bekas gudang yang telah terbakar. Besi tua dari bangunan itu dijual senilai Rp85 juta.

Dana hasil penjualan digunakan untuk renovasi aset Mariana, dan sebagian didanai secara pribadi oleh Horas. Hal ini sesuai kesepakatan bahwa 20% hasil penjualan menjadi hak Horas Sianturi, sisanya untuk pihak keluarga.

TIM kuasa hukum menyatakan penetapan tersangka terhadap Horas oleh penyidik Polres Simalungun prematur. Mereka menilai tidak ada unsur pidana dalam tuduhan penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan penadahan (Pasal 480 KUHP). Tidak ada penyitaan barang bukti atau police line di lokasi yang disebut dalam perkara.

“Klien kami kooperatif sejak awal hingga berkas dinyatakan lengkap (P21). Tidak ditahannya klien saat pelimpahan perkara adalah hak jaksa dalam diskresi hukum,” tegas Tutik.

Upaya keadilan restoratif (restorative justice) yang didorong oleh Kejaksaan tidak berhasil karena pihak pelapor, Mariana, tak pernah hadir secara langsung. Ia hanya mengutus kuasa hukum yang, menurut tim kuasa hukum, sempat meminta imbalan hingga Rp500 juta. Permintaan ini dinilai janggal dan bertentangan dengan prinsip keadilan.

Tim kuasa hukum mengajak media menjaga etika jurnalistik dan menyajikan informasi secara adil dan mendidik. Mereka mengingatkan pentingnya asas praduga tak bersalah dan meminta agar tidak ada upaya penggiringan opini publik.

“Jangan digiring seolah jaksa wajib menahan tersangka. Penahanan adalah kewenangan subjektif aparat hukum, bukan keharusan,” pungkas Tutik. (**)

Sumber:
Humas MIO INDONESIA

ACN/RED

Related Articles

[td_block_social_counter facebook="#" twitter="#" youtube="#" style="style8 td-social-boxed td-social-font-icons" tdc_css="eyJhbGwiOnsibWFyZ2luLWJvdHRvbSI6IjM4IiwiZGlzcGxheSI6IiJ9LCJwb3J0cmFpdCI6eyJtYXJnaW4tYm90dG9tIjoiMzAiLCJkaXNwbGF5IjoiIn0sInBvcnRyYWl0X21heF93aWR0aCI6MTAxOCwicG9ydHJhaXRfbWluX3dpZHRoIjo3Njh9" custom_title="Stay Connected" block_template_id="td_block_template_8" f_header_font_family="712" f_header_font_transform="uppercase" f_header_font_weight="500" f_header_font_size="17" border_color="#dd3333"]

Latest Articles