Anggota DPRD Morowali
Drs H. Daeng. Pasalong
ACTUALNEWS.ID Morowali – Adanya upaya yang massif untuk mengembalikan kepengurusan dokumen jasa angkutan laut ke Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kolonodale Kab. Morowali utara terindikasi melanggar aturan (hukum).
Herfan, salah seorang pemerhati pelayanan publik di Jakarta mengatakan, pembagian wilayah atau yang dikenal dengan istilah pemekaran telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Karena itu lanjutnya, pejabat publik yang memiliki kewenangan karena jabatannya dituntut bekerja sesuai aturan hukum yang berlaku.
“Kalau pendapat saya itu pelanggaran, karena pembagian wilayah tersebut sudah diatur bahkan sudah ditetapkan peraturannya. Seharusnya sebagai pemimpin harus taat pada apa yang telah diputuskan dalam undang-undang,”ungkap Herfan dihubungi melalui ponselnya di Jakarta, Minggu (23/6).
Herfan diminta tanggapannya seputar adanya polemik yang terjadi di Morowali. Beredar informasi adanya upaya dari pihak Unit Penyelenggara Pelabuhan Kolonodale untuk mengambil alih urusan administrasi jasa angkutan laut yang ada di Kab. Morowali dikembalikan ke Kab. Morowali utara. Hal ini telah menimbulkan keresahan khususnya para pengguna jasa angkutan laut di UPP Bungku, Kab. Morowali, Sulawesi Tengah
.
Sedikitnya terdapat 20 pengusaha di bidang kemaritiman yang telah membuat dan menyampaikan surat pernyataan bersama ke pemerintah Daerah menolak upaya perpindahan pengawasan ke UPP Kolonodale.
Manuver pihak UPP Kolonodale dianggap melampaui batas kewenangan.selain tiga wilayah seperti Menui, Kaleroang dan Wosu yang memang disebutkan secara tegas menjadi wilayah kerja upp kolonodale padahal berada di Kab. Morowali yang sementara ini Pemkab Morowali telah dua kali yakni di bulan November 2023 dan Januari 2024 menyurati Dirjen Perhubungan Laut, CQ Direktur Pelabuhan Kemenhub agar dimasukan ke wilayah UPP Bungku Morowali.
Namun di tengah upaya pemerintah tersebut muncul problem baru di mana UPP Kolonodale justru berupaya untuk mencaplok wilayah lain yang tidak disebutkan secara tegas menjadi wilayah kerjanya di PM nomor 17 tahun 2023 yang selama ini mendapatkan pelayanan yang baik dari UPP Bungku dan faktanya memang sangat dekat dengan UPP Bungku. Upaya tersebut memantik aksi protes dari pengguna jasa kemaritiman yang ada di UPP Bungku termasuk kalangan DPRD dan Pemkab Morowali.
Senada, Dr. Urbanus Ola Hurek, menambahkan urusan Pelabuhan menjadi kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Karena itu pengaturannya menggunakan Perturan Menteri (PM) yang intinya tidak boleh dikangkangi dengan alasan apa pun.
“Itu kan kewenangan pusat yang kemudian teknisnya diarur lagi dalam PM dan itu bagi saya sangat mengikat yang harus dipatuhi,” papar doktor lulusan Ilmu Pemerintahan Univ. Padjajaran Bandung.
Dijelaskan adanya PM 17 itu untuk memastikan distribusi kewenangan pengelolaan pelabuhan tersebut. “Saya menduga adanya manuver dari pihak tertentu itu terkait dengan perebutan kewenangan untuk perluasan wilayah pengawasan pelabuhan atau mitra selaku pihak ketiga (perusahan swasta) sebagai mitra untuk bagi hasil usaha,” ungkapnya.
Sementara itu dosen Ilmu Manajemn Institut Perbanas Jakarta, Dr Wilfridus Elu, MM menambahkan peraturan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan
sebagai pegangan yang digunakan sebagai aturan tentang pembagian wilayah, termasuk pelabuhan, pada saat pemekaran kabupaten. “Dasar hukum ini dijadikan pegangan dalam negosiasi mengatur wilayah masing-masing,”ujarnya seraya menambahkan perlu dilakukan koordinasi sehingga pelayanan publik dapat berjalan dengan baik.
Problematik muncul karena wilayah yang tidak disebutkan dalam PM nomor 17 tahun 2023 yang berada di Kab. Morowali yang notabene sangat dekat dengan UPP Bungku Kab. Morowali, malah diusahakan untuk diambil alih oleh UPP Kolonodale yang sangat jauh berada di Kabupaten Mrowali utara, Sulawesi Tengah.
Tanggapan para pakar di atas mendapat respon baik dari anggota DPRD Kabupaten Morowali Drs. H. Daeng Pasalong dari fraksi PKB yang intinya sependapat dengan para pakar tersebut di atas. Wakil rakyat ini menjelaskan telah menelaah peraturan menteri nomor 17 tahun 2023 beberapa wilayah yang tidak disebutkan baik di UPP kolonodale maupun Bungku, semisal kec. Bungku timur, Bungku barat, Bahodopi, Bungku selatan dan Bungku Pesisir yang kesemuanya berada di kab. Morowali. Wilayah- wilayah ini selama ini mendapat pelayanan di UPP Bungku karena memang sangat dekat serta sesuai amanah pasal 103 UU Nomor 17
2008 tentang Pelayaran, Pasal 110 PP no 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan dan pasal 1 ayat 4 PM nomor 52 tahun 2021 di mana semuanya menegaskan bahwa penetapan Terminal Khusus (Tersus) menjadi bagian dari pelabuhan terdekat. Dengan dasar hukum ini sangat jelas, bukan menjadi kewenangan UPP Kolonodale selain tidak disebutkan di PM Nomor 17 tahun 2023 juga tidak didukung oleh peraturan yang lebih tinggi seperti UU, PP dan PM yang mengatur khusus tetang terminal khusus (Tersus).
Oleh karena itu anggota dewan ini meminta agar segera mengakhiri polemik tersebut yang sangat lemah dari sisi yuridis dan meminta kepada semua pihak untuk sama-sama menjaga serta menciptakan situasi yang kondusif di kab. Morowali. “Kami juga menghimbau agar bekerja sesuai dengan aturan, kewenangan dan norma hukum yang berlaku,” pintanya.ACN/Indah/RED
